Friday, May 4, 2018

KECERDASAN DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI



Wendy Bachtiar adalah sahabat saya. Sejak kecil, dia berkeinginan kuat menjadi tentara. "Pokoknya, kalau tidak jadi tentara, ya jadi polisi", ujarnya suatu waktu ketika kami sama-sama kuliah.

Setamat SMP, Wendy kecil nekat mengikuti seleksi masuk tamtama kelompok tentara dengan pangkat paling rendah di kesatuan Brigade Mobil Kepolisian, walau akhirnya gagal pada psikotest. Selepas SMA, dia mencoba peruntungan di Akademi Kepolisian dan gagal pula pada test yang sama. Saat menginjak tingkat pertama di institut keguruan, dia tetap meluangkan waktu untuk ikut seleksi masuk Akademi Kepolisian walaupun hasilnya masih tetap gagal dalam psikotest. Terhitung telah tiga kali dia gagal pada test yang sama.

Pascawisuda dari institut keguruan, sahabat saya ini tetap merajut keinginannya untuk berkiprah di dunia militer atau kepolisian. Dia pun mengikuti seleksi masuk militer bersamaan saat dia diterima sebagai dosen pada jurusan kepelatihan Fakultas olahraga. Di luar dugaan dia berhasil lolos psikotest. Dan hebatnya dari hasil psikotest tersebut, sahabat saya ini direkomendasikan masuk udara masuk Angkatan Udara.

Selepas pendidikan,dia lulus dengan pangkat Letnan Dua Paskhas (Pasulan Khas) yaitu pasukan tempur Angkatan Udara dengan baret khas berwarna jingga. Selama menjalani karir militernya, dia terpilih menjadi anggota pasukan penerjun payung, tentunya juga setelah mengikuti psikotest. Dia juga terpilih sebagai anggota Badan Intelijen Strategis (Bais) lembaga intelijen nasional yang merupakan gabungan berbagai angkatan di militer kita, juga setelah lulus psikotest.

Kisah yang lain, setelah mengikuti psikotest untuk penjurusan di sekolahnya, Erwida Maulia disarankan untuk mengambil jurusan di bidang sains. Ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), dia memilih jurusan Farmasi ITB, dia kemudian melanjutkan sekolah profesi apoteker. Namun, karena kekuatan kemampuan linguistik, dia nyebrang ke dunia tulis menulis (sebagai seorang jurnalis), dunia yang sejak kecil disenanginya. Menurutnya, dengan menulis, dia mampu berimajinasi dan terbang mengejar mimpinya. Wendy, sahabat saya itu, belajar dari pengalamannya dalam mengikuti psikotest. Dia pun berniat kuat dan belajar sesering mungkin tentang materi-materi psikotest. Bisa dikatakan, Wendy mempersiapkan diri dengan sangat baik untuk mengikuti seleksi itu. Sementara itu, Erwida memiliki minat di bidang tulis-menulis sejak masih di sekolah dasar. Dia sangat senang membaca dan menuangkan amjinasinya dalam bentuk tulisan, walaupun pada akhirnya dia lulus juga sebagai sarjana farmasi.

Timbul pertanyaan,mengapa test IQ tidak dapat secara jitu memotret kecenderungan kecerdasan seseorang ? Jawabannya : kecerdasan bersembunyi di balik respon otak. Oleh karena itulah, Fuller Torey, yang dikutip pasiak, menegaskan bahwa otak adalah begian tersulit yang dipelajari. Setidaknya, para ahli yang bergelut di bidang kepribadian dan kecerdasan seperti Edward Thorndike, menegaskan bahwa kecerdasan adalah kemampuan individu untuk meberikan respon yang tepat, bahkan terbaik, terhadap stimulus yang diterimanya. sementara, Edward Gardner dalam frame of mind menyebutkan bahwa faktor lingkungan, perkembangan budaya, kebiasaan, kemampuan berpikir dan bertindak kreatif, serta kemampuan memecahkan masalah menjadi alasan utama bahwa kecerdasan tidak dapat dinilai dalam wujud angka. Dengan demikian, bisa dikatakan sifat kecerdasan adalah dinamis, yang membuat Wendy dan Erwinda, dalam kisah tadi, menemukan kondisi akhirnya.

Seorang dengan pendidikan sarjana belum tentu sesuai dengan bidang kesarjamaannya ketika bekerja. Mungkin saja, seorang sarjana komputer tidak bekerja sebagai ahli komputer, tetapi bekerja sebagai penjual pulsa elektronik dan pereparasi telepon seluler, yang membuatnya menciptakan lapangan kerja sendiri. Atau seorang sarjana pertanian lulusan IPB bekerja sebagai konsultan keuangan di lbaga asuransi, bukan karena dia tidak terima kerja di mana-mana, melainkan dia merasa lebih pas bekerja dengan kekuatan jaringan relasinya.

Intelegensi atau kecerdasan tidak bersifat abadi atau statis dalam kehidupan manusia. Kecenderungan kecerdasan seorang anak dari pedalaman Papua yang terisolasi dan dibesarkan oleh keluarga Jendral militer, akan mengikuti pola kebiasaannya. Begitu pula sebaliknya, kecenderungan kecerdasan seorang anak profesor yang dibesarkan oleh suku Anak Dalam di Jambi, akan mengikuti pola kebiasaan suku tersebut. Ini terbukti falam acara Kick Andy. Bayi seorang Wanita miskin di Jawa Tengah diadopsi oleh pasangan bule, lalu dibeaarkan di Jerman. Ketika dewasa, postur sang bayi, lebih tinggi daripada orang tua dan saudara kandungnya. Mengenyam pendidikan tinggi, serta tampil lebih modern, walaupun dengan bahasa indonesia yang tidak fasih. Atau, misal bayi sepasang suami-istri profesor ahli peneliti di NASA, lalu dibesarkan di pelosok Merauke, tempat segalanya serba terbatas. Tujuh belas tahun kemudian, kita menemykan hal yang sangat berbeda pada turunannya.

Teori psikologi tentang kecerdasan sangatlah luas, seluas rahasia kecerdasan manusia itu sendiri. Jika para psikologi menyebut kecerdasan seseorang dapat dinilai dengan satuan angka, kecerdasan itu sendiri akan menyempit dalam makna angka tersebut.

Saat ini, perkembangan teori-teori kecerdasan bergerak ke arah yang manusiawi. Teori kecerdasan sangatlah luas, sejak ribuan tahun lalu. Pada jaman Yunani kuno, teori kecerdasan telah dimunculkan oleh plato, aristoteles, dan terus berkembang hingga kini. Fakta sebelumnya, perkembangan teori kecerdasan muthlak hanya berada dalam pembahasan psikologi. Perkembangan teori kecerdasan mutlak hanya berada dal pembahasan psikologi. Perkembangan yang pesat ini mengerucut pada pola yang sama bahwa makna kecerdasan banyak ditentukan oleh faktor situasi dan kondisi (konteks) yang terjadi pada saat teori tersebut muncul. Pada akhirnya, makna kecerdasan sangatlah bergantung pada banyaknya kepentingan eksternal dari hakikat kecerdasan itu sendiri. Kepentingan eksternal tersebut meliputi kepentingan politis, keturunan, dan keunggulan ras.

No comments:

Post a Comment